Langkah Pagi di Usia Lima Puluh Tiga

PAGI itu jalanan masih sepi. Hanya ada satu dua kendaraan melintas pelan, meninggalkan jejak suara yang cepat hilang ditelan udara segar. Mahasiswa belum banyak yang datang ke kampus, warung kopi di pinggir jalan pun masih menyiapkan air panas dan kursi plastiknya. Suasana terasa tenang, seolah dunia belum benar-benar terbangun. Di saat seperti inilah, saya memulai kebiasaan yang semakin saya cintai — berjalan kaki.
Sekitar pukul 06.30 WIB, saya melangkah keluar dari rumah, menapaki jalan kecil di perkampungan. Udara pagi begitu bersih, sedikit dingin, dan masih membawa aroma embun yang baru saja berjatuhan dari dedaunan. Dari rumah, saya berjalan menuju Kampus Universitas Islam Negeri Sultanah Nahrasiyah, lalu terus hingga ke depan kompleks Perumahan Satuan Radar 102 TNI Angkatan Udara. Jaraknya sekitar 3,1 kilometer. Jika pulang pergi, berarti saya telah menempuh sekitar 6,2 kilometer — jarak yang kini menjadi bagian dari keseharian saya.
Kesadaran untuk mencintai jalan kaki ini muncul perlahan. Di usia lima puluh tiga tahun, saya menyadari bahwa tubuh memiliki batasnya. Tidak semua jenis olahraga cocok lagi dilakukan. Tapi berjalan kaki — sederhana, tenang, tanpa alat, dan tanpa biaya — justru menjadi cara paling alami untuk menjaga tubuh tetap bergerak dan jiwa tetap waras.
Sesampainya di sekitar kawasan kampus, suasana berubah menjadi lebih hidup, meski masih tenang. Pepohonan tinggi menjulang di kanan kiri jalan, daunnya membentuk atap hijau yang melindungi siapa pun yang lewat dari cahaya matahari. Udara terasa luar biasa bersih, seolah setiap embusan angin membawa ketenangan tersendiri. Dari kejauhan, burung-burung bernyanyi silih berganti, menciptakan irama pagi yang menenangkan hati. Kadang saya melihat segerombolan monyet melompat dari satu dahan ke dahan lain, bermain-main tanpa rasa takut. Mereka seakan menjadi bagian dari keseharian saya — penghuni tetap kampus yang menambah kehidupan pada setiap sudutnya.
Pemandangan hijau itu selalu membuat saya merasa bahagia. Ada keindahan yang sederhana namun menenangkan, sesuatu yang sering kita lewatkan di tengah rutinitas hidup yang sibuk. Setiap langkah di antara pohon-pohon itu seperti pengingat, bahwa kebahagiaan sejati kadang hanya perlu dicari di tempat yang sunyi dan alami.
Kadang saya berjalan sendiri, menikmati percakapan diam antara kaki dan bumi. Kadang, saya mengajak putri sulung saya — langkahnya cepat, bicaranya ringan, tapi selalu membuat hati saya hangat. Di lain waktu, si bungsu ikut serta, dengan celotehnya yang ceria dan tawa yang menular. Bersama mereka, setiap kilometer terasa lebih pendek, setiap embusan napas terasa lebih berarti.
Kini, berjalan kaki bukan lagi sekadar olahraga bagi saya. Ia sudah menjadi semacam meditasi — waktu untuk merenung, bersyukur, dan merayakan hidup yang terus bergerak maju, satu langkah demi satu langkah.
Dan setiap kali saya tiba kembali di rumah, dengan peluh di wajah namun hati penuh kedamaian, saya selalu tersenyum dan berkata dalam hati:
“Beginilah cara saya menjaga diri — dan mencintai hidup — lewat langkah-langkah kecil di pagi yang sunyi.”

Posted using SportsTalkSocial
Senang melihat anda hadir di tengah untuk ber poblikasikan pos yang bagus hari ini
Congratulations @zainalbakri! You have completed the following achievement on the Hive blockchain And have been rewarded with New badge(s)
Your next target is to reach 7750 replies.
You can view your badges on your board and compare yourself to others in the Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP